Makam Raja Daeng Celak: Tanggung Jawab Bersama dalam Pelestarian Warisan Budaya Berdasarkan UU Cagar Budaya

0
23
Tapal Batas yang Jelas, Melindungi Makam Raja Daeng Celak dari Ancaman Perusakan

Tanjungpinang, Kepulauan Riau, SK.co.id — Makam Raja Daeng Celak bukan sekadar situs bersejarah; ia merupakan simbol kejayaan peradaban Melayu dan warisan identitas bangsa. Terletak di jantung Tanjungpinang, makam ini kini menjadi fokus utama dalam kampanye pelestarian budaya yang digerakkan oleh pemerintah pusat dan daerah, serta elemen masyarakat sipil.

Dalam upaya melindungi cagar budaya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor I Tahun 2022 menekankan pentingnya zonasi sebagai penentuan batas-batas keruangan situs cagar budaya. Pasal 60 menyebutkan bahwa pelindungan cagar budaya mencakup penyelamatan, pengamanan, sistem zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran.

Sistem zonasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 82, bertujuan untuk menetapkan batas keluasan dan pemanfaatan ruang berdasarkan hasil kajian. Hal ini mencakup berbagai zona, seperti zona inti, zona penyangga, zona pengembangan, dan zona penunjang. Penetapan sistem zonasi ini diharapkan dapat mengatur fungsi ruang pada cagar budaya, baik secara vertikal maupun horizontal.

Lebih lanjut, Pasal 125 menegaskan bahwa pemanfaatan cagar budaya harus memperhatikan upaya pelestarian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan ini dapat dilakukan untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan pariwisata.

Pelindungan cagar budaya tidak hanya berorientasi pada perlindungan fisik, tetapi juga pada pengembangan dan pemanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam pelestarian cagar budaya sangat penting. Pengembangan terhadap cagar budaya dapat dilakukan melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi oleh masyarakat hukum adat.

Langkah konkret telah diambil melalui sinergi antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Kementerian Pariwisata, dan komunitas budaya. Penyelarasan kebijakan, pematangan zona pelindung, serta optimalisasi potensi wisata budaya menjadi bagian dari strategi besar pelestarian.

Menurut Samiun, Ketua Cindai Kota Tanjungpinang, pelestarian Makam Raja Daeng Celak adalah tugas mulia yang tidak bisa ditawar. “Cagar budaya adalah DNA sejarah kita. Makam Raja Daeng Celak adalah bukti nyata kebesaran pendiri negeri ini. Kami sepenuhnya mendukung pelestarian ini sebagai amanah leluhur,” tegasnya pada Rabu, 16 Juli 2025.

Samiun menegaskan komitmen untuk menggandeng warga dan pemerintah dalam menjaga dan mempromosikan situs tersebut. Dari edukasi komunitas hingga keterlibatan aktif dalam pemeliharaan, ia menyebut kesadaran kolektif sebagai pilar utama keberhasilan. “Kami mendorong pelibatan warga dalam program pemeliharaan. Tanpa mereka, warisan ini bisa hilang ditelan zaman.”

Lebih lanjut, Samiun juga menyoroti pentingnya penegakan hukum. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 menjadi senjata utama dalam melindungi situs cagar budaya. Pasal 62 dengan tegas menetapkan sanksi pidana bagi perusak situs, baik berupa penjara maupun denda. “Hukum harus ditegakkan setegas-tegasnya. Tidak boleh ada toleransi terhadap pelanggaran yang merusak warisan budaya kita,” ujarnya.

Salah satu tantangan terbesar adalah penetapan batas wilayah cagar budaya yang jelas. Pemerintah diharapkan melakukan kajian tata ruang secara mendalam dan menetapkan tapal batas permanen agar tidak terjadi konflik lahan dan potensi perusakan. “Zona pelindung harus jelas. Tanpa batas yang terdefinisi, warisan sejarah bisa lenyap karena ekspansi tak terkendali,” tambahnya.

Sebagai Ketua Cindai Kota Tanjungpinang, Samiun ingin menyampaikan seruan tegas kepada seluruh pihak terkait, khususnya Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, untuk segera merealisasikan penetapan tapal batas yang jelas bagi Makam Raja Daeng Celak. “Makam ini bukan sekadar tumpukan batu tua; ia adalah DNA sejarah kita, bukti nyata kebesaran pendiri negeri ini, Raja Daeng Celak. Warisan ini adalah amanah leluhur yang wajib kita jaga dari segala bentuk ancaman perusakan,” tegasnya dengan nada mendesak.

Pemerintah wajib melakukan kajian tata ruang secara mendalam dan menetapkan tapal batas permanen agar tidak terjadi konflik lahan dan potensi perusakan di kemudian hari. Ini adalah langkah fundamental untuk memastikan bahwa Makam Raja Daeng Celak terlindungi secara hukum dan fisik dari segala bentuk intervensi yang merusak.

Kami sepenuhnya memahami bahwa Peraturan Gubernur dan Perda Kota Tanjungpinang telah memperkuat komitmen lokal untuk menjaga cagar budaya. Namun, regulasi ini perlu diperkuat dengan implementasi nyata di lapangan, dimulai dengan penandaan batas yang tidak bisa diganggu gugat. Hukum harus ditegakkan setegas-tegasnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, tanpa toleransi bagi mereka yang merusak warisan budaya kita.

Selain sebagai monumen sejarah, Makam Raja Daeng Celak juga merupakan peluang emas untuk mengangkat citra budaya Tanjungpinang ke kancah nasional dan internasional. Namun, potensi ini tidak akan optimal jika fondasi perlindungan, yaitu tapal batas yang jelas, belum kokoh.

Pelestarian bukan pilihan; ini adalah kewajiban bersama sebagai anak bangsa. Mari bersinergi antara pemerintah, masyarakat, dan penegak hukum untuk memastikan warisan agung ini tetap hidup di tengah arus modernisasi. Dengan tapal batas yang jelas, kita bisa melindungi Makam Raja Daeng Celak agar terus menjadi bagian dari identitas dan kebanggaan kita semua.

Pada akhirnya, pelestarian Makam Raja Daeng Celak tidak hanya soal konservasi fisik, tetapi juga tentang merawat jiwa dan jati diri bangsa. Diperlukan sinergi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan penegak hukum untuk memastikan bahwa warisan ini tetap hidup di tengah arus modernisasi. “Pelestarian bukan pilihan. Ini adalah kewajiban bersama sebagai anak bangsa,” tutup Samiun dengan penuh tekad.

“Sebagai pemilik sebagian lahan di sekitar Makam Raja Daeng Celak, saya menganggap ini bukan sekadar aset pribadi, tapi amanah sejarah yang harus kita jaga bersama,” tegas Djodi Wirahadikusuma, salah satu pemilik lahan yang turut berkontribusi dalam pelestarian situs tersebut. Kamis, 17 Juli 2025.

“Peninggalan bersejarah semacam ini adalah warisan kolektif bangsa yang nilai historisnya jauh lebih berharga daripada nilai ekonomis lahannya. Keikutsertaan kami menyediakan sebagian lahan dan dana pribadi merupakan bentuk tanggung jawab moral sebagai generasi penerus.”

Djodi menekankan bahwa kontribusinya berangkat dari kesadaran akan pentingnya konservasi budaya. “Bagi kami, merawat makam ini sama dengan menghormati jasa para pendahulu yang telah membangun peradaban Melayu. Ini adalah investasi budaya untuk generasi mendatang.”

Ia juga menyatakan terbuka untuk kolaborasi lebih lanjut dengan pemerintah dan masyarakat. “Kami siap mendukung penuh setiap upaya pelestarian, baik melalui penyediaan lahan maupun partisipasi aktif dalam perawatan sehari-hari. Yang penting ada komitmen bersama untuk menetapkan tapal batas yang jelas dan pengelolaan yang profesional.”

“Yang ingin saya tekankan, pelestarian tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah atau pemilik lahan saja. Ini adalah pekerjaan kolaboratif yang membutuhkan sinergi semua pihak – mulai dari akademisi, komunitas budaya, hingga masyarakat umum,” tambah Djodi.

Di akhir pernyataannya, Djodi berharap kontribusi kecilnya dapat menginspirasi pihak lain. “Semoga langkah kami mampu menjadi stimulus bagi pemilik lahan lain di sekitar situs untuk turut serta dalam gerakan pelestarian ini. Mari kita jadikan Makam Raja Daeng Celak sebagai kebanggaan bersama yang terpelihara dengan baik.”

Namun, hingga berita ini tayang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi kepri, belum memberikan tangapan dan jawaban surat kompirmasinya, mengenai beberapa pertanyaan penting, antara lain:

Langkah konkret yang telah dan sedang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Kota Tanjungpinang dalam menetapkan zona pelindung/tapal batas Makam Raja Daeng Celak.

Strategi implementasi regulasi dan pengawasan yang telah dirumuskan agar pelestarian cagar budaya dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Sejauh mana keterlibatan dan partisipasi masyarakat lokal dalam program pelestarian dan promosi situs makam tersebut.

Rencana jangka pendek maupun panjang dalam pengembangan fasilitas penunjang untuk menjadikan situs ini sebagai destinasi wisata budaya unggulan.

Respons atau tindak lanjut Pemerintah terhadap pelanggaran terhadap situs budaya sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah yang berlaku.

Pelestarian Makam Raja Daeng Celak adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan semua pihak terkait. Dengan langkah-langkah yang tepat dan komitmen kolektif, diharapkan situs bersejarah ini dapat terus menjadi bagian dari identitas dan budaya Tanjungpinang, serta menjadi kebanggaan bagi generasi mendatang. (red)

Ikuti berita populer lainnya di Google News SAMUDERAKEPRI

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp SAMUDERA KEPRI

Tinggalkan Balasan