Dugaan Pembiaran Tambang Ilegal di Kepri: Proyek Pemerintah Diduga Gunakan Material Ilegal

0
76
Dugaan Pembiaran Tambang Ilegal di Kepri: Proyek Pemerintah Diduga Gunakan Material Ilegal ( Foto Ilustrasi )

KEPRI, SK.co.id – Isu pertambangan ilegal kembali mencuat, kali ini menyoroti aktivitas galian C di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Setelah ramainya pemberitaan mengenai masalah pertambangan di Raja Ampat, kini perhatian publik tertuju pada dugaan praktik pertambangan ilegal galian C dan pasir yang marak di berbagai kota dan kabupaten di Kepri.

Ikuti berita populer lainnya di Google News SAMUDERAKEPRI

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp SAMUDERA KEPRI

Aktivitas pertambangan ilegal ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai peran pemerintah daerah. Muncul dugaan bahwa pemerintah daerah secara tidak langsung merestui praktik ilegal ini dengan memanfaatkan material dari tambang ilegal dalam proyek-proyek pembangunan.

Dugaan Keterlibatan Proyek Pemerintah

Sumber-sumber di lapangan mengindikasikan bahwa sejumlah proyek pemerintah daerah, bahkan proyek pusat yang berlokasi di Kepri, diduga menggunakan material yang berasal dari aktivitas tambang ilegal. Jika benar, hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai akuntabilitas dan kepatuhan hukum pemerintah daerah.

“Kami menduga ada pembiaran, bahkan keterlibatan tidak langsung pemerintah daerah dalam praktik tambang ilegal ini,” ujar R, seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan. “Proyek-proyek pemerintah seharusnya menjadi contoh kepatuhan hukum, bukan malah menjadi penyokong aktivitas ilegal.”. Selasa, (10/06/2025).

Tinjauan Hukum dan Perundang-undangan

Praktik pertambangan ilegal jelas melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba): UU ini mengatur tentang perizinan, pengelolaan, dan pengawasan kegiatan pertambangan. Pasal-pasal terkait pertambangan tanpa izin (PETI) memberikan sanksi pidana dan denda yang berat bagi pelaku.
  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH): UU ini mengatur tentang perlindungan lingkungan hidup dan memberikan sanksi bagi pelaku perusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: PP ini mengatur lebih detail mengenai tata cara pengelolaan lingkungan hidup, termasuk dalam kegiatan pertambangan.

Jika dugaan penggunaan material ilegal dalam proyek pemerintah terbukti, hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang serius. Pemerintah daerah dapat dianggap melakukan pembiaran tindak pidana, bahkan turut serta dalam kegiatan ilegal tersebut.

Desakan Transparansi dan Akuntabilitas

Masyarakat sipil dan organisasi lingkungan mendesak pemerintah daerah untuk lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan sumber daya alam. Mereka juga meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap pelaku pertambangan ilegal, tanpa pandang bulu.

“Kami menuntut adanya audit independen terhadap proyek-proyek pemerintah yang diduga menggunakan material ilegal. Selain itu, pemerintah daerah harus segera menghentikan praktik pembiaran dan memberikan sanksi tegas kepada oknum yang terlibat,” ujarnya.

Kasus dugaan pembiaran tambang ilegal di Kepri ini menjadi ujian bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum. Publik menanti tindakan nyata untuk memberantas praktik ilegal ini dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.(rd)

Tinggalkan Balasan